Desember 31, 2012

Petunjuk Waktu Gak Jelas Ala Indonesia


Entah kenapa orang kita itu agak susah untuk diajak tepat waktu, dan entah kenapa kita seakan bangga dan memaklumi hal tersebut. Ketika ada acara ngaret kita bilang, “Ya namanya juga Indonesia bro” atau kalau misalkan ketika akan menghadiri acara yang menyebutkan jam mulai, kita akan reflek bilang untuk datang satu jam kemudian. Salah satu penyebab utama orang Indonesia suka ngaret adalah karena kita sering sekali membuat petunjuk waktu yang gak jelas. Seperti misalnya:

Abis Magrib
Biasanya sih dimaksudkan setelah solat Magrib, karena waktunya singkat dan gak bisa digabung sama sholat lainnya. Harusnya sih kalau ada perjanjian waktu Abis Magrib itu maksudnya ya... abis Adzan dan solat Magrib yaitu jam 6.00 - 6.30 petang. Tapi kenyataan di lapangan, abis magrib itu maksudnya ya malam deh pokoknya.

Setelah Jam Makan Siang
Bahwa makan siang yang sesungguhnya menurut standar kebudayaan dunia adalah jam 12.00-13.00. Berarti istilah after lunch itu seharusnya terjadi pada jam 13.05 paling telat. Tapi seringkali yang terjadi adalah pada saat waktu makan siang si orang yang menjanjikan, jadi kalau dia makan siang jam 3 sore ya sehabis itu. Itu juga tergantung makannya berapa lama.

Maleman Deh
Gini, definisi malem itu kan setelah matahari tenggelam sampai matahari terbit lagi, ya kan? Ada jarak waktu 12 jam diantaranya. ‘Maleman deh’ itu sebetulnya ada di quadran waktu yang mana? Kalau menurut kita sih, maleman itu adalah jam 21.00-24.00, lewat dari situ udah masuk dini hari. Tapi seringkali, perjanjian waktu ‘Maleman deh’ itu akan dilanjutkan dengan “Sori semalam gua ketiduran.

Besok Ya
Ini juga nyebelin. ‘Besok ya’ itu ada 24 jam. Kalau dijanjikan ‘besok ya’ itu sangat ngambang sekali, karena bisa pagi, siang, sore, malam. Terus harus stand by 24 jam gitu, emangnya kehidupan cuma buat nungguin kepastian si ‘besok ya’ ini aja? Karena biasanya, ‘besok ya’ akan dilanjutkan dengan ‘sebelum makan siang’, ‘abis makan siang’ atau ‘maleman deh’.

Ntar Ya
Petunjuk ‘Ntar’ ini sangatlah relatif pada setiap orang. Bisa dalam hitungan detik, menit, jam, hari, bulan, tahun dan yang paling menyebalkan adalah, ‘Ntar Ya’ seringkali gak pernah kejadian karena “Oh iya gua lupa!.” Menurut kita sih ‘Ntar Ya’ itu harus segera direalisasikan dalam waktu kurang dari sejam.

Kenapa sih gak pake jam aja kalau janjian? Tapi mungkin emang mental orang kita yang gak suka memberikan kepastian kali yaaa........???



Sumber : malesbanget.com

Desember 27, 2012

2 Presiden RI Yang Tidak Tertulis Sejarah


Mungkin masih banyak dari kita yang beranggapan bahwa Indonesia hingga saat ini baru dipimpin oleh 6 orang presiden, yaitu Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, Alm. K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan kini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun hal itu ternyata keliru.

Indonesia, menurut catatan sejarah, hingga saat ini sebenarnya sudah dipimpin oleh 8 orang presiden. Lalu, siapa dua orang lagi yang pernah memimpin Indonesia? Dua tokoh yang terlewatkan itu adalah Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Keduanya tidak disebut, bisa karena alpa, tetapi mungkin juga disengaja.

Sjafruddin Prawiranegara adalah Pemimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika Presiden Soekarno dan Moh. Hatta ditangkap Belanda pada saat Agresi Militer Belanda II (1948), sedangkan Mr. Assaat adalah Pemangku Sementara  Presiden RI saat Republik ini menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (1949).

1.       Sjafruddin Prawiranegara


Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Sjafrudin mengusulkan dibentuknya pemerintahan darurat untuk meneruskan pemerintah RI. Padahal, saat itu Soekarno - Hatta mengirimkan telegram berbunyi, "Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Iboe Kota Jogjakarta. Djika dalam keadaan pemerintah tidak dapat mendjalankan kewajibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra".

Namun saat itu telegram tersebut tidak sampai ke Bukittinggi. Meski demikian, ternyata pada saat bersamaan Sjafruddin Prawiranegara telah mengambil inisiatif yang senada. Dalam rapat di sebuah rumah dekat Ngarai Sianok Bukittinggi, 19 Desember 1948, ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat (emergency government).

Gubernur Sumatra Mr. T.M. Hasan menyetujui usul itu "demi menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya, artinya kekosongan kepala pemerintahan, yang menjadi syarat internasional untuk diakui sebagai negara".

Pada 22 Desember 1948, di Halaban, sekitar 15 km dari Payakumbuh, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)  "diproklamasikan". Sjafruddin duduk sebagai ketua/presiden merangkap Menteri Pertahanan, Penerangan, dan Luar Negeri, ad. interim. Kabinet-nya dibantu Mr. T.M. Hasan, Mr. S.M. Rasjid, Mr. Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya, dan Marjono Danubroto. Adapun Jenderal Sudirman tetap sebagai Panglima Besar Angkatan Perang.

Sjafruddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta. Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia.


2.       Mr. Assaat


Dalam perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang ditandatangani di Belanda, 27 Desember 1949 diputuskan bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri dari 16 negara bagian, salah satunya adalah Republik Indonesia. Negara bagian lainnya seperti Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dan lain-lain. Karena Soekarno dan Moh. Hatta telah ditetapkan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, maka berarti terjadi kekosongan pimpinan pada Republik Indonesia.

Assaat adalah Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI. Peran Assaat sangat penting. Kalau tidak ada RI saat itu, berarti ada kekosongan dalam sejarah Indonesia bahwa RI pernah menghilang dan kemudian muncul lagi. Namun, dengan mengakui keberadaan RI dalam RIS yang hanya beberapa bulan, tampak bahwa sejarah Republik Indonesia sejak tahun 1945 tidak pernah terputus sampai kini. Kita ketahui bahwa kemudian RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1950. Itu berarti, Assaat pernah memangku jabatan Presiden RI sekitar sembilan bulan.

Nah dengan demikian, SBY adalah presiden RI yang ke-8. Urutan Presiden RI yang "kronologis" adalah sebagai berikut : Soekarno (diselingi oleh Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat), Soeharto, B.J. Habibie, (Alm.) KH. Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.




sumber  :  forum viva

Desember 22, 2012

Asal mula aksara Jawa



Huruf Jawa atau aksara jawa adalah salah satu peninggalan bersejarah dari nenek moyang kita yang wajib kita jaga dan pelajari, sebagai salah satu situs peninggalan sejarah huruf jawa juga mempunyai sejarah dilahirkannya huruf jawa.

Dikisahkan ada seorang pemuda tampan yang sakti mandraguna, yaitu Ajisaka. Ajisaka tinggal di pulau Majethi bersama dua orang punggawa (abdi) setianya yaitu Dora dan Sembada. Kedua abdi ini sama-sama setia dan sakti. Satu saat Ajisaka ingin pergi meninggalkan pulau Majethi. Dia menunjuk Dora untuk menemaninya mengembara. Sedangkan Sembada, disuruh tetap tinggal di pulau Majethi. Ajisaka menitipkan pusaka andalannya untuk dijaga oleh Sembada. Dia berpesan supaya jangan menyerahkan pusaka itu kepada siapa pun, kecuali pada Ajisaka sendiri.

Di tempat lain, di pulau Jawa ada sebuah kerajaan yang sangat makmur sejahtera yaitu kerajaan Medhangkamulan. Rakyatnya hidup sejahtera. Kerajaan Medhangkamulan dipimpin oleh seorang raja arif bijaksana bernama Dewatacengkar. Prabu Dewatacengkar ini sangat cinta terhadap rakyatnya.

Pada suatu hari ki juru masak kerajaan Medhangkamulan yang bertugas membuat makanan untuk prabu Dewatacengkar mengalami kecelakaan saat memasak. Salah satu jarinya terkena pisau hingga putus dan masuk ke dalam masakannya tanpa dia ketahui. Disantaplah makanan itu oleh Dewatacengkar. Dia merasakan rasa yang enak pada masakan itu. Dia bertanya daging apakah itu. Ki juru masak baru sadar bahwa dagingnya disantap Dewatacengkar dan menjawab bahwa itu adalah daging manusia.  Dewatacengkar ketagihan dan berpesan supaya memasakkan hidangan daging manusia setiap hari. Dia meminta sang patih kerajaan supaya mengorbankan rakyatnya setiap hari untuk dimakan.

Oleh karena terus menerus makan daging manusia, sifat Dewatacengkar berubah 180 derajat. Dia berubah menjadi raja yang kejam lagi bengis. Daging yang disantapnya sekarang adalah daging rakyatnya. Rakyatnya pun sekarang hidup dalam ketakutan. Tak satupun rakyat berani melawannya, begitu juga sang patih kerajaan.

Saat itu juga Ajisaka dan Dora tiba di kerajaan Medhangkamulan. Mereka heran dengan keadaan yang sepi dan menyeramkan. Dari seorang rakyat, beliau mendapat cerita kalau raja Medhangkamulan gemar makan daging manusia. Ajisaka menyusun siasat. Dia menemui sang patih untuk diserahkan kepada Dewatacengkar agar dijadikan santapan. Awalnya sang patih tidak setuju dan kasihan. Tetapi Ajisaka bersikeras dan akhirnya diizinkan.

Dewatacengkar keheranan karena ada seorang pemuda tampan dan bersih ingin menyerahkan diri. Ajisaka mengatakan bahwa dia mau dijadikan santapan asalkan dia diberikan tanah seluas ikat kepalanya dan yang mengukur tanah itu harus Dewatacengkar. Sang prabu menyetujuinya. Kemudian mulailah Dewatacengkar mengukur tanah. Saat digunakan untuk mengukur, tiba-tiba ikat kepala Dewatacengkar meluas tak terhingga.  Kain itu berubah menjadi keras dan tebal seperti lempengan besi dan terus meluas sehingga mendorong Dewatacengkar. Dewatacengkar terus terdorong hingga jurang pantai laut selatan. Dia terlempar ke laut dan seketika berubah menjadi seekor buaya putih. Ajisaka kemudian dinobatkan menjadi raja Medhangkamulan.

Setelah penobatan, Ajisaka mengutus Dora pergi ke pulau Majethi untuk mengambil pusaka andalannya. Kemudian pergilah Dora ke pulau Majethi. Sesampai di pulau Majethi, Dora menemui Sembada untuk mengambil pusaka. Sembada teringat akan pesan Ajisaka saat meninggalkan pulau Majethi untuk tidak menyerahkan pusaka tersebut kepada siapa pun kecuali kepada Ajisaka. Dora yang juga berpegang teguh pada perintah Ajisaka untuk mengambil pusaka memaksa supaya pusaka itu diserahkan. Kedua abdi setia tersebut beradu mulut bersikukuh pada pendapatnya masing-masing. Dan akhirnya mereka berdua bertempur. Pada awalnya mereka berdua hati-hati dalam menyerang karena bertarung melawan temannya sendiri. Tetapi pada akhirnya benar-benar terjadi pertumpahan darah. Sampai pada titik akhir yaitu kedua abdi tersebut tewas dalam pertarungan karena sama-sama sakti.

Berita tewasnya Dora dan Sembada terdengar sampai Ajisaka. Dia sangat menyesal atas kesalahannya yang membuat dua punggawanya meninggal dalam pertarungan. Dia mengenang kisah kedua punggawanya lewat deret aksara. Berikut tulisan dan arti dari cerita itu :

Ha Na Ca Ra Ka = ono wong loro ( ada dua orang )

 Da Ta Sa Wa La = podho kerengan ( mereka berdua berantem / berkelahi )

 Pa Dha Ja Ya Nya = podho joyone ( sama-sama kuatnya )

 Ma Ga Ba Tha Nga =  mergo dadi bathang lorone ( maka dari itu jadilah bangkai semuanya / mati dua duanya karena sama kuatnya)

secara rinci:
hana / ana =  ada
caraka =  utusan (arti sesungguhnya, 'orang kepercayaan')
data =  punya
sawala =  perbedaan (perselisihan)
padha =  sama
jayanya =  'kekuatannya' atau 'kedigjayaannya', 'jaya' dapat berarti 'kejayaan'
maga =  ‘inilah'
bathanga =  mayatnya

Itulah sekelumit cerita sejarah dari lahirnya huruf jawa / aksara jawa Ha Na Ca Ra Ka. Semoga inti dari cerita itu bisa memaknai kehidupan kita semua.



Desember 19, 2012

Wilayah Indonesia di Awal Kemerdekaan


Salah satu syarat terbentuknya Negara adalah adanya wilayah yang berdaulat.  Sejak paska Orde Lama hingga runtuhnya rezim Soeharto, negara dengan 27 propinsi kini memekarkan diri hingga 33 propinsi. Mungkin dari kita belum ada yang tahu luas wilayah Indonesia pada masa awal merdeka. Pertanyaannya, berapa propinsi dan seluas apa negara kita saat awal-awal merdeka?

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pertama. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara.

Dalam menjalankan pemerintahan pada awal kemerdekaan presiden Soekarno dengan persetujuan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) membentuk 8 provinsi di Indonesia. Berikut ini 8 provinsi yang disepakati pada awal kemerdekaan Indonesia beserta nama gubernurnya:

8 Provinsi Pada Awal Kemerdekaan Republik Indonesia
No.
Nama Provinsi
Nama Gubernur
1
Sumatera
Teuku Mohammad Hasaan
2
Jawa Barat
Sutardjo Kartohadikusumo
3
Jawa Tengah
R. Panji Surono
4
Jawa Timur
R.M. Suryo
5
Sunda Kecil (Nusa Tenggara)
Mr. I. Gusti Ketut Puja
6
Maluku
Mr. J. Latuharhary
7
Sulawesi
R. G.S.S.J. Ratulangi
8
Kalimantan
Ir. Pangeran Mohammad Noor
 
Adapun pembagian wilayah 8 provinsi tersebut adalah seperti gambar di bawah

Peta Provinsi di Indonesia Pada Tahun 1945

Dari peta di atas, bisa kita bayangkan betapa luasnya wilayah tanggung jawab Gubernur Teuku Mohammad Hasaan, Ir. Pangeran Mohammad Noor, R. G.S.S.J. Ratulangi, dan Mr. J. Latuharhary. Namun, mereka telah membuktikan menjadi pemimpin yang amanah demi membesarkan "bayi" yang baru lahir, Indonesia Raya.


sumber : apa kabar dunia